- 26/12/2024
1. KHATIJAH SIDEK
Khatijah Sidek (lahir di Kampung Baru, Pariaman, Sumatra Barat, tahun 1918 – wafat di Kuala Lumpur, Malaysia, tahun 1982) merupakan politisi wanita Malaysia yang cukup ternama.
Khatijah merupakan anak dari pasangan Mohammad Sidek bin Haji Ismail dan Sariah binti Mohammad Saleh asal Pariaman, Sumatra Barat. Ayahnya merupakan seorang pedagang yang cukup berhasil, dan memiliki cita-cita tinggi untuk anak-anaknya. Khatijah yang memiliki nama kecil Khadijah, merupakan anak bungsu dari sepuluh bersaudara.
Pada tahun 1936, Khatijah menamatkan pendidikannya di Normal School, Bukittinggi. Setelah itu ia mengajar di Pangkalan Susu, Sumatra Utara (1936-1938), Pangkalan Brandan (1938-1939), Binjai (1939-1940), dan Matang Glumpang Dua, Aceh Selatan (1940-1942). Setelah itu ia pergi ke Bukittinggi dan mendirikan pasukan semi-militer wanita "Kesatria Bangsa."
Berkat undangan anggota Kesatria Bangsa, ia pergi ke Singapura pada bulan Juni 1946. Disini ia menjadi aktivis wanita yang cukup lantang. Karena aktivitas politiknya itu, pemerintah kolonial Inggris memenjarakannya di Outram Road pada 18 Agustus 1948. Dia baru dibebaskan pada tahun 1950.
Penjara tak menyurutkan niatnya dalam menentang kolonialisme Inggris. Karier politiknya terus berlanjut dan mencapai puncaknya ketika berada di Malaysia.
Pada tahun 1953, Khatijah menjadi anggota UMNO dan menduduki jabatan Setiausaha Kaum Ibu serta Ketua Kaum Ibu (1953-1956). Selama memimpin Kaum Ibu, Khatijah telah menghimpun hampir 10.000 orang wanita untuk bergabung dengan UMNO.
Khatijah salah satu anggota UMNO yang paling vokal. Dia menuntut agar UMNO berani memekikkan kata "merdeka". Dalam Persidangan Agung UMNO tahun 1953, ia dengan lantang menuntut supaya jumlah perwakilan dari kaum wanita ditambah.
Kelantangannya menimbulkan keresahan di kalangan pemimpin dan para anggota UMNO. Hal ini menyebabkan dipecatnya ia dari keanggotaan UMNO pada tahun 1956. Pada periode 1959-1964, Khatijah menjadi anggota parlemen dari Partai Islam Se-Malaysia
2. SHAMSIAH FAKEH
Shamsiah Fakeh (digelari srikandi rimba) lahir di Kampung Gemuruh, Kuala Pilah, Negeri Sembilan, Malaysia pada tahun 1924. Ayahnya bernama Fakeh Sultan Sulaiman, dan ibunya bernama Saamah Nonggok. Ayahnya adalah seorang guru mengaji dan silat Minangkabau. Pada awal abad ke-20, orang tuanya merantau dari Minangkabau ke Negeri Sembilan, Malaysia.
Shamsiah mulai bersekolah pada tahun 1931 di Sekolah Melayu Kampung Parit, Kuala Pilah. Kemudian berpindah di Sekolah Melayu Bandar, juga di Kuala Pilah. Pada 1938, disaat berumur 13 tahun, dia dihantar ayahnya belajar di Diniyah Putri Padangpanjang, yang dipimpin oleh Rahmah El Yunusiyyah.
Shamsiah merupakan pemimpin Angkatan Wanita Sedar (AWAS), sebuah partai politik sayap kiri yang didirikan di Semenanjung Melayu pada Februari 1946. Tujuan partai ini adalah untuk menuntut kemerdekaan negeri Melayu dari tangan penjajah Inggris.
Pernikahannya dengan Ahmad Boestamam, Ketua Angkatan Pemuda Insaf, telah membakar semangat sejumlah pemuda tanah Melayu mengangkat senjata melawan penjajah. Oleh karenanya, AWAS kemudian dilarang oleh pemerintah Inggris pada tahun 1948.
Shamsiah bergabung dalam resimen ke-10 yang merupakan sayap Melayu dalam Partai Komunis Malaya (PKM). Tekanan pihak penjajah yang berkelanjutan, memaksa Shamsiah membuat keputusan mengikuti jejak langkah rekan-rekan seperjuangannya untuk lari ke hutan di Lubok Kawah di Temerloh, Pahang, dan melanjutkan perjuangan bersenjata dari sana.
Kehidupannya penuh ranjau berduri dan perjuangannya tidak mengira tempat, baik di hutan maupun di pentas internasional. Bersama suaminya, Ibrahim Mohammad, ia bertugas di Tiongkok, Indonesia, dan Vietnam dalam rangka meniup semangat nasionalisme kepada penduduk Asia Tenggara yang masih di bawah penjajahan.
Pada tahun 1956, Shamsiah dan Ibrahim dikirim PKM ke Tiongkok untuk belajar. Shamsiah terus berada di Tiongkok menghubungkan hidupnya dengan bekerja di pabrik besi. Ia memegang berbagai peran termasuk bertugas untuk siaran Melayu Radio Beijing Internasional.
Pada tahun 1965, Shamsiah dan Ibrahim ditugaskan ke Indonesia yang ketika itu menerapkan Nasakom sebagai ideologi nasional di bawah Soekarno. Kehadiran Shamsiah adalah untuk mendirikan kantor perwakilan Liga Pembebasan Nasional Malaya di Indonesia.
Ia dan rekan-rekannya ditangkap oleh penguasa Indonesia pada tahun 1965, dan dibebaskan pada tahun 1967 dengan bantuan kedutaan Vietnam. Dari Indonesia ia diterbangkan ke Vietnam dan kemudian kembali ke Tiongkok.
Ia sekeluarga akhirnya kembali ke Malaysia pada 23 Juli 1994, setelah penandatanganan perjanjian damai antara PKM dengan pemerintah Malaysia serta pemerintah Thailand di Haadyai, Thailand pada tahun 1989.
Shamsiah Fakeh menghembuskan nafas terakhir pada 20 Oktober 2008, jam 9 pagi di rumah anaknya, Jamaluddin Ibrahim, di Kodominium de Tropicana, Jalan Kuchai Lama, Kuala Lumpur. Jenazahnya yang mengalami sakit tua, telah dikuburkan di pekuburan muslim Sungai Besi, Kuala Lumpur pada jam 5.30 sore, dengan diiringi oleh lebih seratus sanak-saudara dan teman-teman dekatnya, termasuk wakil presiden PKR Dr Syed Husin Ali dan kolumnis Hishamuddin Rais.
3. AISHAH GANI
Tan Sri Datin Paduka Seri Dr. Aishah Ghani (lahir di Hulu Langat, Selangor, Malaysia, 15 Desember 1923) adalah seorang pejuang kemerdekaan dan hak perempuan, pengusaha, wartawan dan politisi wanita asal Malaysia.
Dia merupakan putri Minangkabau yang berasal dari Muaro Bodi, Sijunjung, Sumatra Barat. Memperoleh pendidikan dasar di Sekolah Melayu Bukit Raya, Cheras, Selangor dan kemudian melanjutkan sekolah menengahnya di Diniyah Putri, Padang Panjang, Sumatra Barat.
Pada tahun 1940, ia melanjutkan ke Perguruan Tinggi Islam di Padang, Sumatra Barat, dan menyelesaikan pendidikannya dengan ijazah kewartawanan dari Politeknik Regent Street, London pada Desember 1958.
Kariernya di bidang politik, bermula ketika ia ikut mendirikan Parti Kebangsaan Melayu Malaya (PKMM) pada tahun 1945. Di partai itu, Aishah ditunjuk menjadi anggota komite sekaligus mengetuai sayap wanita yang bernama Angkatan Wanita Sedar (AWAS). Ketika itu, ia juga bertugas sebagai wartawan Pelita Malaya, koran resmi PKMM.
Aishah keluar dari AWAS pada tahun 1946, dan membawa PKMM bergabung dengan perhimpunan yang memperjuangkan kemerdekaan Malaysia di Klub Sultan Sulaiman, Kuala Lumpur, pada Maret tahun yang sama. Ia bergabung dengan UMNO Kampung Baru pada tahun 1949, dan dilantik sebagai sekretaris.
Sekembalinya Aishah dari London pada tahun 1959, ia kembali bekerja sebagai wartawan. Kali ini untuk Berita Harian, serta sebagai penyunting di surat kabar New Straits Times. Dia meletakkan kedua jabatannya pada tahun 1963, setelah menjadi Anggota Dewan Tertinggi UMNO serta Wakil Ketua Wanita UMNO.
Pada 13 September 1962, ia dilantik sebagai senator. Aishah adalah wanita pertama di Malaysia yang menjadi senator serta wakil wanita Malaysia yang pertama ke Persatuan Bangsa Bangsa.
Sejak tahun 1967 hingga 1972, Aishah menjadi wakil Malaysia di Persidangan Komisi Wanita PBB. Ia juga menyandang jabatan sekretaris Pergerakan Wanita UMNO negeri Selangor antara tahun 1960 hingga 1972.
Pada tahun 1972, Aishah terpilih menjadi Ketua Pergerakan Wanita UMNO Malaysia. Tanggal 1 Maret 1973, ia dilantik sebagai Menteri Kebajikan Masyarakat dan memegang jabatan ini selama 11 tahun. Ketika menyandang jabatan ini, ia mendirikan Yayasan Kebajikan Negara, sebuah organisasi yang masih aktif hingga hari ini.
Selain aktif berpolitik, ia juga terlibat dalam kegiatan sosial. Aishah pernah menjadi Ketua Himpunan Kemajuan Kerajinan Tangan Malaysia (1985-1997). Dan juga mengurus tujuh perusahaan miliknya sendiri.
Aishah Ghani meninggal dunia pada usia menjelang 90 tahun karena sakit tua di Rumah Sakit Gleneagles, Kuala Lumpur, pada hari Jumat 19 April 2013.***