VOXPelalawan

WALHI Laporkan Kasus Pulau Medol ke Wamen ATR, PT TUM Klaim Punya Izin Lengkap

Redaktur : Fendri Jaswir
Kamis, 15 September 2022 06:09 WIB
WALHI Riau jumpa Wamen ATR Raja Juli Antoni

PEKANBARU (VOXindonews) - WALHI Riau melaporkan konflik agraria atas penerbitan Hak Guna Usaha (HGU) PT Trisetia Usaha Mandiri (PT TUM) di Pulau Mendol, Kecamatan Kuala Kampar, Kabupaten Pelalawan, Riau, kepada Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).

Laporan itu disampaikan WALHI dalam pertemuan langsung dengan Wamen ATR/BPN, Raja Juli Antoni, di Jakarta, Senin (12/9) lalu. Hadir dalam pertemuan itu beberapa unsur Direktorat Jenderal Kementerian ATR/BPN.

Selain WALHI Riau, juga hadir dalam pertemuan itu WALHI Sumbar, Jambi, Bengkulu, Jabar, Jatim, Kalteng, Kalsel, Bali, NTT, Jakarta, dan Papua.

“Kami sudah menyampailkan laporan soal konflik agraria HGU PT TUM kepada Wakil Menteri ATR/BPN, Raja Juli Antoni. Hal ini kami lakukan berdasarkan laporan masyarakat Pulau Mendol serta data-data perekaman konflik yang kami kumpulkan di lapangan," kata Direktur WALHI Riau Boy Even Sembiring kepada wartawan melalui siaran persnya Rabu ((14/9). 

Dalam pertemuan itu WALHI Riau meminta Kementerian ATR/BPN agar segera menyelesaikan pembatalan HGU PT. TUM.

"Dari data yang kami peroleh, BPN Riau sudah mengeluarkan surat peringatan ke-3. Jadi tidak ada alasan lagi pemerintah menunda pembatalan HGU PT TUM," tegas Direktur WALHI Riau Boy Even Sembiring.

Ditambahnya, berdasarkan kajian WALHI, geofisik wilayah HGU PT TUM berada pada kawasan gambut yang secara perundang-undangan sudah menyalahi aturan.

“Pulau Mendol itu sendiri kita ketahui merupakan kawasan gambut. PT TUM itu sudah melanggar undang-undang,” ujarnya.

Selain itu, izin usaha perkebunan PT TUM yang berkonflik dengan masyarakat sudah dicabut Bupati Pelalawan pada 2018, karena HGU PT TUM berada di atas pulau kecil ekosistem gambut yang luasnya hanya ± 31.289 hektare.

“Diketahui Pemda Pelalawan sudah mencabut Izin Usaha Perkebunan Budidaya (IUP-B) pada tahun 2018 lalu. Ini menguatkan kita dalam memberi laporan kepada Kementerian ATR/BPN agar melakukan pembatalan HGU PT TUM,” tuturnya.

Merespon laporan WALHI Riau ini, Wamen  ATR/BPN, Raja Juli Antoni, berjanji akan segera memproses dan menyelesaikan konflik agraria ini.

Menurut Raja Juli Antoni, banyak konflik agraria yang terjali sejak lama, karena masa lampau, dan pihaknya akan menyelesaikan satu persatu.

Boy Even Sembiring menambahkan, konflik agraria di Riau tidak terlepas dari laju ekspansi perkebunan kelapa sawit di daerah ini.

PT TUM Punya Izin Lengkap

Manajemen PT. Trisetia Usaha Mandiri (TUM), pemegang HGU (Hak Guna Usaha) perkebunan kelapa sawit seluas 6.050 hektar di Pulau Mendol, Kecamatan Kuala Kampar, Kabupaten Pelalawan, Riau, tegaskan bahwa seluruh perizinan yang mereka miliki lengkap.

Perizinan yang dimulai dari persetujuan pencadangan lahan dari Gubernur Riau pada tahun 1995, persetujuan prinsip Menteri Pertanian RI, persetujuan pelepasan kawasan hutan oleh Menteri Kehutanan RI, hingga Izin Usaha Perkebunan-Budidaya (IUP-B) Kelapa Sawit dari Bupati Pelalawan yang terbit pada 2013. Terakhir, setelah menunggu lima tahun, pada 2018 keluar HGU No 00146 dan 00147 dari Badan Pertanahan Nasional yang berakhir pada tahun 2052.

Penegasan itu disampaikan Aznur Affandi, Penanggung Jawab PT. TUM, dalam pernyataan resminya, Jumat (12/8). Hal itu menjawab adanya gerakan penolakan dari Forum Masyarakat Penyelamat Pulau Mendol (FM-PPM) yang mendesak agar HGU PT. TUM di pulau tersebut dicabut.

Seperti diketahui, sejak dua pekan ini, FM-PPM dan beberapa kelompok masyarakat Kuala Kampar, bergerak bersama menentang keberadaan PT. TUM di Pulau Mendol atau dikenal juga dengan nama Pulau Penyalai. Alasannya, tanah pulau tersebut terdiri dari kubah gambut dan tidak layak dijadikan kawasan perkebunan kelapa sawit. 

Kepada BPN Wilayah Riau, FM-PPM meminta agar HGU PT. TUM dicabut karena diduga tidak memiliki AMDAL dan IUP-B. Tak kurang Ketua DPRD Pelalawan Baharuddin, Ketua Umum DPH LAMR Pelalawan Datuk Seri Tengku Zulmizan Assegaf, dan Bupati Pelalawan Zukri, turut mendukung tuntutan tersebut.

Sebenarnya, jelas Aznur, pihaknya tak ingin berpolemik. Tetapi karena banyaknya informasi tak benar yang menyudutkan PT. TUM, bahkan sudah ada pernyataan resmi dari lembaga pemerintah yang menginginkan agar HGU mereka dicabut dan segera angkat kaki dari Pulau Mendol, ia merasa perlu meluruskan beberapa hal.

“Salah kami dimana? Persoalan ada yang setuju atau tidak kami menanam sawit di sana, itu hal biasa. Semua bisa dibicarakan. Tapi kalau menuduh kami tak punya izin, kami perambah lahan, biadab dan harus segera angkat kaki dari sana, itu tak benar,” kata Aznur tegas.

Menurut mantan Anggota DPRD Riau ini, untuk memperoleh HGU tersebut, proses yang dilalui cukup panjang. Tidak serta merta ada. Perlu waktu lama. Dimulai pada tahun 1995 dengan dukungan masyarakat setempat, rekomendasi camat, dan Persetujuan Pencadangan Lahan oleh Gubernur Riau Soeripto.

Selanjutnya, jelas Aznur, pada tahun 2011 keluar Izin Lokasi dari Bupati Pelalawan. Dilanjutkan Izin IUP-B No: Kpts.522.12/DISHUTBUN/2013/644 tanggal 17 Oktober 2013 yang ditandatangani Bupati Haris.

Tidak hanya sampai di situ. Demi kepastian hukum ke depan dan menunjukkan keseriusan, kata Aznur, pihaknya segera mengurus HGU ke BPN. Dan itu perlu proses lima tahun baru keluar. Tepatnya pada tahun 2018 dengan cakupan Desa Teluk, Teluk Bakau dan Desa Teluk Beringin, Kelurahan Teluk Dalam, Kecamatan Kuala Kampar, Kabupaten Pelalawan.

“Perlu waktu 23 tahun, mulai 1995 sampai 2018, barulah HGU Itu keluar. Jadi tak mungkin kami main-main. Selama proses perizinan selesai, kami juga selalu melakukan komunikasi dengan masyarakat dengan program kemitraan yang ditetapkan oleh Dinas Kehutanan Pelalawan,” ungkap Aznur.

Menanggapi pertanyaan kenapa baru tahun 2022 ini lahan tersebut dikerjakan, Aznur mengakui kelalaian pihaknya. Tapi hal itu lebih disebabkan masalah teknis dan kondisi saat itu yang memang belum memungkinkan untuk mereka bekerja.

Secara teknis, jelasnya, setelah HGU terbit, perusahaan harus mendata ulang luas kawasan yang diizinkan. Dari IUP-B yang dikeluarkan Pemkab Pelalawan seluas 6.550 ha, terjadi pengurangan dalam HGU, menjadi 6.050 ha atau berkurang 500 hektar.

“Kami juga harus melakukan penelitian dari sisi mana memulai pekerjaan, membangun jalan masuk untuk mobilisasi alat berat dan material lainnya. Semua harus dilakukan secara cermat karena ini adalah proyek besar yang membutuhkan modal besar. Sekali salah memulai, fatal akibatnya,” paparnya.

Kondisi itu diperparah dengan pandemi Covid-19 yang membuat seluruh aktifitas berhenti. “Jadi tak ada niat sedikitpun menelantarkan lahan tersebut,” ujarnya.

Sampai akhirnya awal 2022 lalu, BPN Wilayah Riau menyurati pihak PT. TUM. Sesuai kewenangannya yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No 20 Tahun 2021 Tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar, melalui Panitia C, BPN Riau mengundang perusahaan untuk dimintai keterangan soal tidak adanya progres di lahan tersebut.

Sidang Panitia C Evaluasi Tanah Terlantar Objek HGU No 00146 dan 00147 atas nama PT. Trisetia Usaha Mandiri, dipimpin langsung Ketua Panitia C yang juga Kepala Kantor Wilayah BPN Riau, M. Syahrir, A.Ptnh., SH, MM. Berlangsung di Kantor Wilayah BPN Riau pada 03 Maret 2022. Dihadiri juga utusan dari Pemkab Pelalawan.

Dalam Sidang Panitia C tersebut, ungkap Aznur, diambil keputusan bahwa PT. TUM diberi waktu selama 60 (hari) untuk mengusahakan, memanfaatkan, dan/atau memelihara tanah dimiliki atau dikuasai sesuai PP No 20 Tahun 2021.

Mematuhi kesepakatan itu, menurut Aznur, pihaknya mulai bekerja dengan memasukkan alat berat. Dimulai dengan membangun jalan masuk dan pembersihan lahan.

“Di saat kami sedang bekerja, pertengahan Juni lalu ada kelompok masyarakat yang demo dan menyandera alat berat yang sedang bekerja,” ungkap pengusaha asal Rokan Hilir ini.

Seperti diketahui, demo dan penolakan keberadaan PT. TUM di Pulau Mendol ini terus berlanjut dan didukung FM-PPM yang bergerak aktif meminta dukungan seluruh stake holder di Pelalawan. Dukungan tersebut semakin menguat hingga Ketua DPRD, LAMR dan Bupati Pelalawan.

Menghadapi penolakan ini, Aznur hanya bisa pasrah. Tapi ia tetap maju, siap menghadapi resiko apapun. Senin, 8 Agustus 2022, pihaknya hadir memenuhi undangan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPRD Pelalawan.

Dalam RDP itu, lanjutnya, pihak perusahaan baru tahu bahwa Pemkab Pelalawan sudah mencabut IUP-B PT. TUM pada tahun 2020 lalu. Untuk itulah mereka datang ke Kantor Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Satu Pintu Kabupaten Pelalawan guna memastikan hal tersebut.

“Saat itu juga baru kami tahu bahwa memang ada surat pencabutan IUP-B. Sekaligus kami terima Surat Peringatan Pertama, Kedua, Ketiga dan Surat Keputusan Pencabutan IUP-B yang ditandatangani Bupati Pelalawan Haris,” jelasnya.

Menurut pengakuan Aznur, selama ini pihaknya tidak pernah menerima surat peringatan dan pencabutan itu. Urutan tanggalnya adalah SP pertama tanggal 16 Agustus 2019, SP kedua 16 Desember 2019, dan SP ketiga 13 April 2020. Sedangkan surat pencabutan IUP-B terbit bersamaan pada tanggal yang sama dengan SP ketiga.

“Silakan analisa sendiri. Sampai Senin, 8 Agustus 2022 lalu, kami tidak pernah menerima satu lembarpun surat dari Pemkab Pelalawan, baik itu surat peringatan maupun mengenai pencabutan IUP-B,” tegas Aznur.

Pada saat pihak PT. TUM sedang dimintai keterangan di DPRD Pelalawan, tim dari Polres Pelalawan yang dipimpin langsung Kapolres AKBP Guntur Muhammad Toriq, gerak cepat dengan turun langsung ke Pulau Mendol menggunakan helikopter. Pihak kepolisian memasang police line di areal yang tengah dikerjakan PT. TUM

Dari kronologis kejadian di atas, kata Aznur lagi, pihaknya tetap berkomitmen melanjutkan pembangunan kebun kelapa sawit di Pulau Mendol. Itu sudah merupakan janji perusahaan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat tempatan.

Menurutnya, tidak semua masyarakat yang menolak program pembangunan itu. Masih banyak yang mendukung perusahaan. Itu dibuktikan dengan adanya dukungan dari Forum Pendukung Investasi Penyalai (FPIP). Ketua FPIP Jefriyanto, kepada media beberapa waktu lalu, menyayangkan pernyataan Ketua DPRD Pelalawan, LAMR dan Bupati Pelalawan yang serta merta mendukung pencabutan izin HGU PT. TUM.

Pihaknya minta agar Pemkab, DPRD Pelalawan dan instansi terkait tidak membuat keputusan sepihak tanpa ada hasil riset, penelitian dan analisis yang jelas.

“Kami berharap masalah ini bisa diselesaikan secara musyawarah mufakat. Itu kami buktikan dengan tidak melakukan perlawanan. Semoga saja semua bisa selesai secara baik-baik,” harap salah seorang pengusaha sukses Riau ini. (FJ/Rls)