- 04/12/2024
KESUSASTRAAN dan kesenian dapat dikatakan batang tubuh utama yang menegakkan Riau dan Kepulauan Riau sejak silam hingga sekarang. Ketika politik dan ekonomi tak berjaya: pada masa kolonial, orde lama, orde baru, dan reformasi yang cenderung menindas, kesusastraan dan kesenian tetap tegak.
Secara konsisten terus berkembang secara bergemuruh. Terus meneggakkan kepala dan menampakkan Riau dan Kepulauan Riau pada dunia yang lebih luas dari dirinya.
Mulai dari seniman era Raja Ali Haji, tanah Riau dan Kepulauan Riau terus menerus melahirkan sastrawan terbilang pada setiap generasi. Tak tanggung-tanggung, sebagian sastrawan dan seniman yang muncul ini umumnya mengambil peran sebagai pelopor dalam dunia kesusastraan Indonesia.
Setelah pujangga Raja Ali Haji ada Soeman Hs yang juga pelopor dalam perkembangan cerita pendek (cerpen) Indonesia. Dari berbagai cerita tentang Soeman Hs, disebutkan bahwa di tangannya atau melalui sejumlah karyanya: baik cerpen maupun novel untaian kata bahasa Melayu menjadi lebih indah dan sedap dibaca.
Setelah Soeman Hs muncul beberapa penulis generasi berikutnya. Hampir keseluruhannya mendapatkan tempat yang baik dalam peta kesusastraan Indonesia. Tersebutlah nama Idrus Tintin, BM Syamsuddin, Hasan Junus, Rida K Liamsi, Ibrahim Sattah, Edi Ruslan Pe Amanriza. Dan kemudian pada barisan genersi yang lebih muda ada Taufik Ikram Jamil, Fachrunas MA Jabbar, Abdul Kadir Ibrahim, Sutrianto, Yoserizal Zen, Syaukani Al Karim, Marhalim Zaini, Musa Ismail dan lainnya.
Kemudian deretan pengarang perempuan juga bermunculan. Marpaursaulian, Yulita Fitriana, Citra Pandiangan, Mila Duchlun, Nadya Aisyah Gustirani, Oki Setiana Dewi, Riawani Elita, Ruziana (Unizara) Tiara Ayu Karmita adalah deretan pengarang perempuan di Riau dan Kepulauan Riau. Termasuk Wiska Adelia Putri. Karya cerpenis ini sudah disimpan di Perpustakaan Nasional Indonesia, Singapura, dan Malaysia.
Setelah era Yulita Fitriana, alumnus Universitas Gajah Mada (UGM) asal Baserah, Kuantan Hilir, Riau, nyaris tak terdengar lagi pengarang sastra perempuan berdarah Kuantan Singingi. Kemunculan Wiska, mahasiswa Teknologi Pangan - Institut Pertanian Bogor (IPB) memberikan warna tersendiri bagi perkembangan sastra di Riau dan Kepulauan Riau.
Dara kelahiran Tanjungpinang, 08 Maret 2002, dari orang tua asal Kuantan Singingi, menulis cerpen sejak duduk di kelas II SD. Tepatnya di SD Negeri 006 Sei Jang, Kecamatan Bukit Bestari Kota Tanjungpinang. Disaat usianya menginjak Sembilan tahun ketika duduk di kelas IV tahun 2011, ia sudah menerbitkan kumpulan cerpennya: “Ingin Bertemu Peri" (Frame Publishing, Yogyakarta, 2011).
Buku cerpen itu diluncurkan Wali Kota Tanjungpinang, Dra. Hj. Suryatati A Manan di Gedung Kesenian Kota Tanjungpinang, Mei 2011 sampena Hari Pendidikan Nasional. Penyelenggaranya adalah Kantor Arsip dan Perpustakaan Kota Tanjungpinang yang dinakhodai Drs. Tamrin Dahlan.
Respon bermunculan ketika buku itu diluncurkan. Wali Kota Tanjungpinang Suryatati A Manan dan Gubernur Kepulauan Riau, Ismeth Abdullah memberikan apresiasi secara khusus. Sastrawan nasional dari Riau: Musa Ismail, Sutrianto, dan Abdul Kadir Ibrahim dari Kepulauan Riau membahasnya secara khusus di media milik Riau Pos Group.
Buku perdana Wiska ini bisa ditemukan di Perpustakaan Nasional (Jakarta), Perpustakaan dan Dokumentasi Sastra (PDS) yang didirikan Hans Bague Jassin (Jakarta), Perpustakaan Singapura, Musium Kata Andrea Hirata di Belitung (Bangka Belitung), Perpustakaan Johor Bahru (Malaysia), Perpustakaan Soeman Hs (Pekanbaru), dan di pelbagai perpustakaan kabupaten dan kota di Provinsi Kepulauan Riau dan Riau.
Secara khusus Kepala Pelaksana Harian PDS Hans Bague Jassin, Ariany Isnamurti mengatakan Wiska dengan menyebut: pengarang cilik termuda di Indonesia yang menyumbangkan karyanya di perpustakaan yang dirintis “paus sastra” Indonesia. Lebih dikenal dengan nama HB Jassin tersebut.
“Kami memberikan apresiasi kepada setiap pengarang, termasuk kepada Wiska untuk menulis karya sastra yang mulai ditinggalkan saat ini,” katanya ketika berdialog langsung dengan Wiska dalam kunjungan di Tanjungpinang 2011.
Media Indonesia Juni 2011 memberikan penghargaan khusus kepada Wiska atas partisipasinya mengirim cerpen ke media milik Surya Paloh tersebut. Waktu itu ia masih duduk dibangku kelas IV SD. Sebelumnya Mei 2001, ia juga meraih penghargaan dari Wali Kota Tanjungpinang sebagai pengarang cilik.
Penghargaan dari Media Indonesia dan Wali Kota Tanjungpinang atas karya-karyanya melecut semangat Wiska untuk terus menulis. Sejumlah cerpennya juga mulai terbit di media nasional terbitan Jakarta seperti Media Indonesia, Kompas, dan Majalah Bobo dan Ummi.
Di media terbitan Kepulauan Riau cerpennya juga sering dimuat di Haluan Kepri, Batam Pos, Putra Kelana, Koran Peduli, Tanjungpinang Pos, Majalah Geliga, Medako. Di Riaupun cerpennya terbit di media milik Riau Pos Group dan lainnya,
Setelah itu bermunculan buku lainnya. Cerpen juga terbit dalam kumpulan antalogi bersama pengarang lainnya. Cerpennya berjudul “Bakik” termasuk dalam antalogi "100 Tahun Cerpen Riau", yang diluncurkan Sutrianto Az-Zumar Djarot, Fedli Aziz, dan Yoserizal Zen pada 10 Nopember 2014 di Hotel Mutiara Merdeka, Pekanbaru.
Buku setebal 800 halaman ini memuat 100 cerpen dari 100 cerpenis Riau dan Kepulauan Riau. Buku ini merupakan edisi revisi dari buku ''Satu Abad Cerpen Riau” yang terbit 2004. Buku Satu Abad Cerpen Riau sendiri diterbitkan oleh Yayasan Sagang. Sementara untuk edisi revisi ini diterbitkan Dinas Periwisata dan Kebudayaan Provinsi Riau.
Kendati buku 100 Tahun Cerpen Riau ini merupakan edisi revisi, namun kata Sutrianto, materinya 100 persen berbeda dengan buku Satu Abad Cerpen Riau. "Temanya saja yang sama, yaitu tema satu abad. Materinya beda sama sekali.” Ujarnya.
Menurut Sutrianto, dalam buku 100 Tahun Cerpen Riau ini memuat 100 cerpen dari 100 orang cerpenis. Sementara dalam buku Satu Abad Cerpen Riau hanya memuat 63 cerpen dari 63 cerpenis.
Buku itu merepresentasi perjalanan sejarah satu abad sastra cerpen di Riau dan Kepulauan Riau. Dimulai dari Soeman Hs hingga cerpenis termuda yaitu Wiska Adelia Putri, yang masih berusia 13 tahun. Dalam buku ini juga tergambar bagaimana jatuh-bangun sastrawan Riau, khususnya sastrawan cerpen, dalam proses kreatifnya.
Pada acara peluncuran buku '100 Tahun Cerpen Riau' yang diselenggarakan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Riau ini, tampil sebagai pembicara Sutrianto sebagai editor. Lalu dua cerpenis senior Riau: Taufik Ikram Jamil dan Fakhrunnas MA Jabbar.
Taufik berbicara tentang bagaimana seorang sastrawan di daerah ini (Riau dan Kepulauan Riau) bisa membangun jejaring secara nasional, bahkan internasional, sehingga karya-karya mereka bisa menyebar luas. Sementara Fakhrunnas MA Jabar berbicara bagaimana seorang sastrawan bisa "berumur panjang."
Mereka juga membahas khusus cerpen Wiska yang kebanyakan terinspirasi dari pergaulannya sehari-hari. Tidak mengherankan nama dan pelaku dalam kebanyakan cerpen yang ditulisnya merupakan saudara-saudara dan teman-teman sepermainnya di sekolah.
Puncak prestasi Wiska dalam penulisan cerpen adalah juara II Nasional Lomba Cipta Cerpen pada Festival Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N) SMP Tingkat Nasional, Juni 2014 di Semarang, Jawa Tengah dengan judul cerpen Aku “Mejaba”
Kemudian dalam menulis cerita rakyat tingkat SLTP dan SLTA se-Provinsi Kepulauan Riau yang diselenggarakan Kantor Bahasa Provinsi Kepulauan Riau 2016, Wiska juara pertama dengan judul cerita Asal Mula Desa Putik. Pada Mei 2018 Wiska juara III lomba menulis cerpen tingkat remaja yang digelar di kantor yang sama dengan judul cerita “Roh Joget Dangkong.”
Wiska saat ini juga tercatat dalam “Perkumpulan Penulis Indonesia” Satupena dengan Nomor Anggota: 02-006 yang diketua Dr. Denny JA. Satupena mendorong para penulis yang tergabung dalam organisasinya untuk bisa berperan menjadikan Indonesia sebagai negara literasi.
Hobi Meneliti
SELAIN menulis cerpen, Wiska juga punya hobi meneliti. Ketika di Madrasah Aliyah Negeri MAN Insan Cedikita (MAN IC) Batam, ia dua kali ikut lomba karya tulis ilmiah. Pada 2017, karyanya “Bioetanol dari Bonggol Jagung Sebagai Energi yang Terbaharukan,” ikut lomba Riset Nasional yang diselenggarakan Unit Kerja Mahasiswa Pramuka IPB.
Kemudian 2018 ia ikut lomba karya ilmiah yang diselenggarakan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dengan karya berjudul: “Peran Pemerintah dan Yayasan Al-Fateh dalam Menangani Pasien Psikotik di Desa Teluk Mata Ikan Kota Batam. LIPI adalah Lembaga Pemerintah Non Kementerian Republik Indonesia yang dikoordinasikan oleh Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional. LIPI berkiprah dalam bidang riset terkait penelitian, pengembangan, dan pemanfaatan ilmu pengetahuan.
Sebagai salah seorang lulusan terbaik MAN IC Batam, tahun 2020 Wiska mencoba ikut tes di beberapa perguruan tinggi negeri dan swasta. “Cari pengalaman,” katanya.
Ia lulus di Fakultas Perternakan dan Pertanian jurusan Tekno Agro Universitas Dipenegoro (UNDIP) Semarang, Fakultas Teknik Jurusan Teknik Industri Universitas Negeri Malang (UNM), Jawa Timur, dan Fakultas Teknik Jurusan Teknik Perminyakan Universitas Pertamina, Jakarta.
Namun pilihannya jatuh ke IPB, tepatnya di Fakultas Teknologi Jurusan Teknologi Pangan. Ia tertarik kuliah di IPB karena tantangan dan lulusannya orang hebat terutama dalam hal penelitian. Selain itu nama “beken” IPB yang termasuk salah satu perguruan tinggi terbaik di dunia.
Alasan lain katanya termotivasi dengan kekalahannya waktu ikut lomba karya tulis ilmiah di IPB 2017. Waktu itu karyanya tak masuk final. Kalah bersaing dengan siswa lainnya dari pelbagai penjuru Indonesia. “Karya yang masuk itu ratusan. Kami hanya masuk babak semi final. IPB is the best memberikan laluan kepada siswa yang rajin melakukan penelitian," jelasnya.
Sebagai mahasiswa IPB semester 5 dengan segudang aktivitas perkuliahan, Wiska tak pernah melupakan hobi yang kini menjadi penghasilan tambahannnya. Ia lagi menunggu penerbitan kumpulan cerpen lainnya, “Roh Joget Mak Dangkong.” Cerpennya kini kebanyakan terbit di media online dan web (website). “Menulis itu mudah. Bisa di mana saja. Dan bisa menghasilkan uang.”
“Juga tambah-tambah biaya kuliah,” ujarnya tersenyum.
Lalu berapa honorariumnya sebagai penulis cerpen? Bisa beli sepeda motor, laptop, handphone, mentraktir kawan-kawan, dan menabung.
Cita-citanya ingin mengikuti jejak dosen Teknik UNDIP, Semarang Ir. Eflita Yohana, MT., Ph.D sebagai peneliti. Tapi tak meningggalkan hobinya sebagai penulis cerpen.
Selamat Wiska!