VOXOpini

Di Antara Sebab Turunnya Rahmat

Oleh : Nazwar, M. Phil, Penulis lepas lintas Yogyakarta-Sumatera
Rabu, 13 Maret 2024 06:18 WIB
Alam semesta adalah Rahmat Allah SWT.

MANUSIA sejatinya berkecenderungan kafir, baik perbuatan, perkataan, maupun Bathin. Manusia seharusnya menjadi hamba Allah yang bersyukur sebab hanya dengan menjadi hamba yang bersyukur dengan senantiasa mentaatiNya dapat meraih ridloNya.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "Dan Dia telah memberikan kepadamu segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah)" (Qur'an Surat Ibrahim: 34).

"Dan kalau Allah menghukum manusia karena kezalimannya, niscaya tidak akan ada yang ditinggalkan-Nya (di bumi) dari makhluk yang melata sekalipun, tetapi Allah menangguhkan mereka sampai waktu yang sudah ditentukan. Maka ajalnya tiba tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat pun" (an-Nahl: 61).

Dalam suatu Hadits dalam redaksi yang pas tentang alasan tertahannya murka Allah terhadap semesta dunia ini adalah sebab ibu menyusui anaknya dan hewan ternak yang mencari makan.

Dua alasan tersebut menjadi di antara alasan Rahmat untuk yang tercurah bukan sebaliknya. Sebab bayangkan, apa yang dicari seorang ibu dari menyusui anaknya sekedar menjadi besar, juga hewan ternak yang mencari makan untuk kelak dimanfaatkan dagingnya.

Allah yang menundukkan segalanya. Menjadi berguna atau sepenuhnya manfaat sebagaimana ketulusan ibu dan juga hewan ternak sebagaimana dijelaskan di atas menjadi di antara pembanding dari kezaliman berupa kesombongan, keserakahan dan ketamakan dari pada manusia yang dapat saja menjadi sebab murka Allah terjadi sewaktu-waktu.

Padahal sebenarnya untuk menghuni dalam arti hidup manusia di dunia ini, sikap sopan, santun, dan cerdas sebagai bahasa lain dari pada lembut adalah suatu kunci untuk menggenggam dunia, bahkan dapat menghilangkan berbagai berbagai perilaku buruk, kejahatan, bahkan kekejian jenis apa pun dengan demikian secara begitu saja.

Hikmah yang dapat diambil adalah ketulusan, kelembutan serta usaha untuk membawa manfaat adalah suatu kebaikan bahkan tanpa memandang suatu semisal latar belakang. Jika termaksud hidup di dunia dalam arti suatu peradaban misalnya, maka sikap-sikap lembut termasuk sesama makhluk Allah adalah penting untuk diperhatikan.

Selanjutnya adalah terkait eksistensi musuh, apakah kemenangan hanya akan diraih di Hari Kiamat, serta kematian seorang musuh? Hal ini tentu bukan suatu yang produktif, menanti kemenangan dalam arti mengharapkannya berarti sebatas mengharap datangnya Kiamat dan kematian seseorang saja? Sebab menjadi gila bisa saja. Apa demikian akhlak yang tepat?! Seperti menjaga harga diri orang dengan tidak merusaknya. ***