VOXRiau

Masih Andalkan 'Getek', Dua Akademisi Ini Berharap Jembatan Rambah Hilir Dibangun

Redaktur : Fendri Jaswir
Rabu, 22 Oktober 2025 14:00 WIB
Dua akademisi asal Rambah Hilir yakni Indrian Syafitri, S. AP, M. Si dan Resti Hefriyenni, SH, MH.

PASIR PENGARAIAN (VOXindonews) – Masyarakat Kecamatan Rambah Hilir, Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau, kembali menyuarakan harapan agar pembangunan jembatan penghubung antarwilayah yang telah lama direncanakan dapat segera terealisasi.

Jembatan yang ditunggu-tunggu warga itu rencananya akan dibangun pada posisi yang menghubungkan Desa Rambah Hilir dengan Desa Serombou Indah, Dusun Pekan Lama.

Hingga kini, warga masih mengandalkan sarana penyeberangan tradisional berupa getek untuk melintasi sungai utama jalur vital menuju pusat ekonomi, pemerintahan, dan pendidikan.

Kondisi ini telah berlangsung bertahun-tahun dan menjadi persoalan klasik bagi warga setempat. Saat musim hujan tiba atau debit air sungai meningkat, aktivitas penyeberangan sering dihentikan demi keselamatan.

Bahkan, tak jarang warga harus menghadapi risiko ketika tali getek putus atau kayu penyangga roboh akibat derasnya arus sungai.

“Kalau air naik, kami tidak berani menyeberang. Kadang talinya putus, pernah juga getek-nya oleng karena kayunya lapuk. Tapi tidak ada pilihan lain,” ujar salah seorang warga setempat.

Harapan masyarakat Rambah Hilir ini turut mendapat dukungan dari dua akademisi asal daerah tersebut Resti Hefriyenni, S.H., M.H., akademisi sekaligus praktisi hukum, dan Indrian Syafitri, S. AP, M. Si, akademisi serta pemerhati politik dan kebijakan publik.

Getek menjadi alat penyeberangan andalan warga. 

Keduanya menilai, pembangunan jembatan bukan hanya kebutuhan infrastruktur, tetapi juga bentuk pemenuhan hak dasar masyarakat dalam memperoleh akses transportasi yang aman dan layak.

“Kami sebagai warga asli Rambah Hilir melihat bahwa pembangunan jembatan ini sudah direncanakan sejak lama, namun belum terealisasi. Masyarakat masih mengandalkan pelayangan atau getek untuk menyeberang, padahal risikonya cukup tinggi, terutama saat cuaca buruk,” ujar Resti Hefriyenni, Rabu (22/10/2025).

Sebagai akademisi hukum, Resti menegaskan bahwa penyediaan infrastruktur dasar merupakan bagian dari tanggung jawab negara sebagaimana diamanatkan Pasal 34 ayat (2) UUD 1945, yang menyebutkan bahwa negara wajib memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai martabat kemanusiaan.

“Jembatan bukan hanya soal konektivitas, tetapi simbol keadilan sosial. Pemerintah perlu melihat ini sebagai wujud pelaksanaan kewajiban konstitusional untuk menjamin kesejahteraan rakyat,” tambahnya.

Sementara itu, Indrian Syafitri, S.AP, M. Si, menyoroti aspek ekonomi masyarakat yang terdampak akibat keterbatasan akses. Menurutnya, wilayah Rambah Hilir memiliki potensi besar di sektor pertanian dan perkebunan, namun terhambat oleh sarana transportasi yang terbatas.

“Jika jembatan ini terbangun, distribusi hasil pertanian dan mobilitas masyarakat tentu akan lebih lancar. Ini bukan hanya soal kemudahan, tapi juga soal pemerataan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan,” jelas Indrian.

Ia menambahkan bahwa pembangunan jembatan juga sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang menegaskan kewajiban pemerintah daerah dalam menyediakan pelayanan dasar melalui pembangunan infrastruktur publik.

Selain itu, kebijakan ini juga mendukung arah Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang RPJMN 2020-2024, yang menjadikan peningkatan konektivitas wilayah sebagai salah satu prioritas pembangunan nasional.

“Infrastruktur konektivitas seperti jembatan memiliki nilai strategis. Ketika akses terbuka, pergerakan barang, jasa, dan manusia akan meningkat. Ini berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.

Di tengah keterbatasan yang ada, masyarakat Rambah Hilir tetap menunjukkan semangat dan harapan besar agar pemerintah daerah maupun pusat dapat mendengar aspirasi mereka. Warga berharap pembangunan dapat dilakukan secara bertahap, transparan, dan berkelanjutan.

“Kami yakin, jika jembatan ini terwujud, bukan hanya akses ekonomi yang membaik, tapi juga kualitas hidup masyarakat meningkat. Pemerataan pembangunan bukan sekadar slogan, tetapi tanggung jawab moral dan hukum negara terhadap rakyatnya,” tutup Resti Hefriyenni.

Harapan warga Rambah Hilir sejatinya bukan semata tentang pembangunan fisik, melainkan tentang cita-cita kesejahteraan yang merata bagi seluruh masyarakat. Ketika getek yang mereka andalkan mulai rapuh dan tak lagi aman, jembatan bukan hanya kebutuhan, melainkan bentuk nyata kehadiran negara dalam menjamin hak setiap warganya untuk hidup sejahtera, sebagaimana diamanatkan Pasal 28H ayat (1) UUD 1945, bahwa “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, serta mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.” (FJ)

Jembatan Rambah Hilir Dua Akademisi Warga Rambah Hilir Rokan Hulu VOXindonews Lazada Shopee