VOXFeature

Satukan Tekad Tumbuh Berkembang Bersama Masyarakat

Laporan : Irwan E. Siregar,
Jum'at, 24 Desember 2021 20:02 WIB
Petani nenas binaan PT RAPP

SAMPAI awal 1990-an  Pangkalankerinci boleh dikatakan masih hutan belantara. Penduduknya hanya sekitar 200 kepala keluarga, yang hidup terisolir di pedalaman. Namun, beberapa tahun kemudian kawasan di ini tiba-tiba seperti tersulap menjadi sebuah kota yang gemerlap. Jalan-jalan beraspal mulus terhampar sampai ke pelosok. Perumahan dan rumah toko bertumbuhan di berbagai tempat.

Dibukanya jalan lintas timur Sumatera yang membelah kawasan ini, memang telah membuka Pangkalankerinci dari keterisolasian dan kemudian menjadi ibukota Kabupaten Pelalawan. Kendati begitu, boleh dikatakan justru PT Riau Andalan Pulp & Paper (RAPP) yang lebih memegang peran utama dalam memajukan kawasan ini. Yakni dengan kehadirannya membangun pabrik berskala besar.

Kilang pulp dan kertas tersebut mulai didirikan pada 1993 lalu di tepi Sungai Kampar yang bermuara di Selat Malaka. Pabrik raksasa milik taipan Sukanto Tanoto ini menghasilkan bubur kertas atau pulp untuk bahan baku pembuatan kertas. Bahan baku awalnya diambil dari kayu hutan di sekitarnya. Namun sejalan dengan itu dilakukan pula penanaman pohon akasia lalu kemudian diikuti dengan pohon eukaliptus di areal Hutan Tanaman Industri (HTI) di bekas areal penebangan kawasan HPH. Kini sumber kayu semuanya sudah berasal dari kawasan HTI. Bubur pulp yang dihasilkan sebagian dijadikan kertas. Sedangkan sisanya diekspor untuk bahan baku kertas dan tekstil.

Kehadiran anak perusahaan Asia Pacific Resources International Limited (April) ini tentu saja menimbulkan multiplier effect yang sangat signifikan. Datangnya para pekerja konstruksi dan kemudian disusul direkrutnya karyawan perusahaan mengundang munculnya warung-warung makanan dan barang kebutuhan sehari-hari. Baik yang diselenggarakan warga setempat maupun pendatang. Pasar, toko-toko, dan penyedia aneka jasa, kemudian ikut menjamur.

Tercatat pada 2010 kegiatan operasional kehutanan Grup APRIL ini memberikan kontribusi sebesar 6,9 persen pada total perekonomian Provinsi Riau. Telah menciptakan sekitar 90.000 lapangan kerja bagi masyarakat. Juga berkontribusi terhadap pemberian akses yang lebih baik pada pendidikan dan dukungan sosial di berbagai bidang seperti perawatan kesehatan dan perumahan. Membantu meningkatkan standar hidup dan menurunkan tingkat kemiskinan sebesar 30 persen. RAPP telah membangun sebuah kompleks perusahaan yang menampung hingga 7.000 orang; termasuk di dalamnya sekolah, fasilitas kesehatan, fasilitas rekreasi, sarana ibadah, lapangan olahraga dan fasilitas lainnya bagi karyawan dan keluarga mereka.

Selain gencar mengembangkan usaha, peran Grup April ini memajukan masyarakat boleh dibilang juga sangat besar. Lewat program pemberdayaan masyarakat atau Community Development (CD) yang sekarang lebih dikenal dengan Corporate Social Responsibility (CSR), perusahaan ini mengajak masyarakat ikut dalam berbagai kegiatan yang dilakukan. Lihat, misalnya, yang dialami Mahyuddin Pasaribu, 43 tahun. Pada 1993 dia merantau dari Tapanuli dan terdampar di Riau sebagai pembalak liar. Bersama kawannya sedaerah asal mereka menebangi hutan lalu menjualnya kepada agen pengumpul kayu.

Namun, saat pemerintah sedang gencarnya menertibkan penebangan liar pada 2002, Mahyuddin dan kawan-kawannya tertangkap tangan. Peralatan kerja disita, sehingga membuat bisnis kayunya terhenti. Untuk memenuhi kehidupan keluarga, ia pun coba-coba mengadu untung ke pabrik pulp dan kertas dari Grup April tersebut. Nasib baik, ia diterima bekerja. Awalnya menjadi kontraktor penyedia jasa transportasi. Yakni dalam pengadaan truk untuk pengairan di nursery (pembibitan) akasia.

Setelah mendapat berbagai pelatihan, lewat CV Mitra Pelalawan Setia yang didirikan Mahyudin, order pekerjaan yang diberikan kepadanya semakin banyak. Ia ditawarkan jasa bongkar muat di gudang.

Puncaknya, awal tahun 2006, Mahyudin mendapat kontrak penyediaan alat transportasi air berupa pompong (kapal kecil) sebagai alat angkut pupuk dan bibit. Bisnisnya pun kian menggeliat, sehingga mengubah perusahaannya menjadi berbentuk PT. Kini perusahaan itu telah mengoperasikan 45 kapal dengan 47 karyawan. Omset bulanannya sekitar Rp 250 juta. Kalau dulu RAPP membantu dengan memberi pinjaman sebesar Rp 100 juta, kini Mahyuddin sudah bisa mandiri.  “Semenjak bekerjasama dengan RAPP, saya menjadi lebih tenang, tidak ada tekanan dari mana pun, dan tentunya saya telah memiliki penghasilan tetap,” ungkap Mahyuddin.

Sebagai bentuk kepedulian sosial terhadap masyarakat sekitarnya, Program Community Development seperti ini gencar dilakukan RAPP. Keberhasilan program ini bisa terlihat dari membaiknya ekonomi masyarakat. Lihat, misalnya, kisah seorang petani bernama Indra Irawan, 32 tahun, asal Kerinci Kanan, Siak, Riau. Sejak 2013 Indra ikut dalam Integrated Farming System (IFS) binaan PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP).

Anggota kelompok Tani Jaya yang berjumlah 20 petani hortikultura itu dengan bangga kini mengenalkan dirinya sebagai petani berdasi yang sukses. Indra sudah mampu membeli mobil dan tanah dari hasil menjual panen sayuran. Sementara Ketua kelompok mereka, telah mempunyai rumah dan 7 hektare kebun sawit. "Nasib 20 petani itu sudah berubah semua. Sekarang panen sudah pada bisa beli mobil,” ungkap Indra saat berbincang di Balai Pelatihan dan Pengembangan Usaha Terpadu (BPPUT) PT RAPP, Pangkalan Kerinci, Riau, beberapa waktu lalu.

Indra mengatakan para petani diajarkan cara tepat menanam hortikultura, melihat musim, managemen tanam, dan pemupukan, langsung dari ahlinya. Mereka juga mendapat pelatihan pembukuan. Menariknya, mereka juga mendapat bantuan barang keperluan pertanian senilai Rp 24 juta. Belakangan mendapat bantuan lagi Rp 12 juta.

Awalnya setamat SMA Indra bekerja sebagai kontraktor di pelabuhan. Ingin menambah penghasilan, ia pun nyambi jadi petani. Ternyata kemudian hasil dari pertanian lebih besar. Tak pelak lagi, ayah dua anak ini pun banting stir meninggalkan pekerjaan kontraktor. "Di pelabuhan dapat Rp 2,5 juta per bulan. Sekarang menjadi petani bisa sampai 4-5 juta," katanya dengan bangga.

Beli Rumah dari Membatik

Sukses berkat binaan RAPP juga dirasakan pebatik di Rumah Andalan. Seperti dialami Ni'mah, 40 tahun, yang sudah dua tahun ikut bergabung. Dulunya ia hanya sebagai ibu rumah tangga sekaligus terkadang membantu suaminya di perkebunan sawit. 

Penghasilan suami hanya Rp 1,5 per bulan. Tapi Allhamdulillah sekarang saya sudah dapat Rp 2 juta per bulan dari batik," ucap Ni'mah penuh syukur.

Ni'mah merasa inilah hasil perjuangannya belajar membatik sejak mulai dari nol. Ternyata tak sia-sia. Kemauannya yang keras dan niat membantu keuangan keluarga menjadi modal utama. Ia bercerita suatu ketika pernah suaminya tidak mengantar ke tempat kumpulan mereka mengerjakan batik. Tapi tekadnya untuk maju tak langsung melemah. "Saya terpaksa jalan kaki,” kata ibu beranak empat itu. Padahal jarak dari rumah mereka sejauh 6 kilometer.

Dari hasil membatik Ni'mah sudah mampu membeli rumah tipe 36. Bahkan mereka telah memiliki dua sepedamotor. "Kalau nggak membatik mungkin anak saya putus sekolah,” tandas ibu yang kepingin melaksanakan umroh ini.

Ni’mah adalah salah satu anggota dari binaan Rumah Batik Andalan yang mendapat pelatihan membatik dari RAPP. Ini merupakan bagian dari program pelatihan masyarakat desa sekitar lingkungan RAPP. Ketika dimulai pada 2013 ada 50 orang yang ikut. Setelah berjalan, lewat seleksi alam akhirnya tinggal 25 orang. Sekarang tinggal 10 orang karena ada yg mengundurkan diri.

Awalnya mereka diberi bantuan berupa modal usaha Rp 50 juta dan juga peralatan membatik. Kini mereka sudah mandiri dalam sebuah wadah bernama Koperasi Batik Andalan. Setiap bulan Rumah Batik Andalan bisa menghasilkan hingga 200 helai kain batik tulis dan semi tulis. Batik tulis dijual Rp 500 ribu, sedangkan semi tulis Rp 350 ribu.  Seorang pembatik bisa menghasilkan sampai 30 lembar per bulan. Batik ada yang dipesan, ada pula dibeli dengan cara borongan. Pangsa pasar utamanya hingga kini masih dari RAPP untuk kebutuhan seragam perusahaan. Ada juga pembeli dari masyarakat umum serta tamu yang berkunjung ke kompleks RAPP.

Berkat Kotoran Sapi

Yohanas, 56 tahun, mengungkapkan keberuntungannya mendapat bantuan dari RAPP. Warga Desa Banjar Benai, Kecamatan Benai, Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), bercerita mendapat pembinaan dari program Community Development (CD) PT RAPP dalam bentuk sistem pertanian terpadu atau Integrated Farming System (IFS). Lewat Kelompok Tani Sejahtera Andalan yang kemudian mereka bentuk, kelompok tani yang diketuai Yohanas mendapat bantuan bergulir 20 ekor sapi dari PT RAPP. Lalu mereka mengembangkan dan memproduksi kompos dari kotoran sapi ini untuk menambah operasional ternak. Saat ini, kelompok tani yang beranggotakan 20 orang ini mampu memproduksi 3-4 ton sapi per bulan. Mereka juga sukses menjual 27 ekor sapi di Benai, Pangkalan Kerinci dan Pekanbaru tahun 2020 lalu.

“Dukungan dari PT RAPP sangat membantu kami. Seperti bantuan material bangunan kandang dan rumah kompos, fasilitas kandang, alat pencincang kompos atau pakan serta pengairan. Bahkan pemasaran kita juga difasilitasi perusahaan,” jelasnya.

Keberhasilan ini membuat Yohanas diundang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk berbagi pengalaman kepada para peternak se-Indonesia. Dengan percaya diri ia menyampaikan materi pembesaran ternak sapi potong dan produksi pupuk kompos organik di kawasan hutan. Kegiatan e-learning ini digelar oleh KLHK bekerjasama dengan Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan kesejahteraan para petani mitra. Kegiatan ini berlangsung secara daring pada 25 Februari – 10 Maret 2021.

Lain lagi kesuksesan Izwan, 30 tahun. Pada 2010, warga asli Desa Tanjung Padang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau, ini bersama  beberapa penduduk lainnya mendirikan Koperasi Karya Bersama. Tujuannya ingin mensejahterakan masyarakat setempat. Beruntung, tak lama kemudian koperasi ini menjadi mitra binaan RAPP. Mereka mendapat pelatihan manajemen, perdagangan, hingga teknologi. “Pelatihan dari PT RAPP sangat berguna karena kami mendapatkan ilmu baru. Kami bisa menerapkan ilmu itu untuk mengembangkan koperasi,” katanya.

Koperasi ini lalu mendapat kontrak menyediakan dua unit speed boat 15 PK untuk keperluan operasional perusahaan pulp itu di lapangan. Seiring dengan perkembangan pesat operasional RAPP, Koperasi Karya Bersama menambah speed boat menjadi 9 unit pada tahun 2015. “Kami juga membeli water tank dan truk untuk menyokong operasional perusahaan di Pulau Padang,” katanya.

Pada 2015, koperasi yang ia pimpin semakin berkembang sehingga dipercaya untuk mengelola kebun bibit PT RAPP. Izwan memperkerjakan 50 warga lokal untuk mengelola koperasi.

“Saya sangat bersyukur karena Koperasi Karya Bersama dapat membuka lapangan pekerjaan bagi warga lokal. Terimakasih kepada RAPP untuk selalu mendukung kami,” kata Izwan.

Kegigihan, kerja keras, dan kesabaran Izwan berbuah manis saat ia menerima Corporate Social Responsibility (CSR) Award dari PT RAPP. Penghargaan ini diberikan langsung oleh Menteri Perdagangan Indonesia, Enggartiasto Lukita pada kegiatan Pasar Murah di Pelalawan, 18 Juni 2017 lalu.

Desa Bebas Api

Seperti diketahui, Desa Tanjung Padang mendapatkan hadiah sebesar Rp 100 juta dalam bentuk hibah infrastuktur dari Program Desa Bebas Api Grup APRIL tahun 2016. Hibah diberikan perusahaan pulp dan kertas ini karena mereka berhasil menjadi desa yang sukses mencegah kebakaran lahan dan hutan sepanjang tahun 2016. 

Padahal setahun sebelumnya Desa Tanjung Padang menjadi salah satu desa yang mengalami kebakaran hebat. Desa ini kemudian bergabung dengan Program Desa Bebas Api Grup APRIL, sehingga berhasil menjadi salah satu desa yang terbebas dari kebakaran lahan dan hutan di tahun berikutnya. “Jadi hadiah ini bukan motivasi utama kami karena kami punya pengalaman buruk . Kami ingin berubah dan hidup tanpa ketakutan,” kata Sunarto, pemuka desa setempat.

Para petinggi desa bersama tokoh masyarakat memutuskan uang hibah itu untuk membangun jembatan baru menggantikan jembatan yang sudah usang lapuk. Murid sekolah seperti Rendy Kurniawan, 13 tahun, kini tidak lagi khawatir berangkat sekolah saat melintas di sana. Sebelumnya Rendy dan kawan-kawan takut karena jembatan dari kayu yang sudah rapuh. “Saya pernah jatuh dari sepeda, seragam kotor dan basah,” kata murid kelas 2 SMP Negeri Tanjung Padang, Kepulauan Padang, Riau.Kawan-kawannya juga pernah mengalami hal yang sama.

Tanjung Padang merupakan salah satu dari 27 desa yang mengikuti program Desa Bebas Api. “Pada tahun 2014 kami memulai program ini dengan 4 desa. Sekarang kami punya 18 Desa Bebas Api dan 9 Desa Tangguh Api,” kata Sailal, Project Manager Desa Bebas Api Grup APRIL.

Program ini membantu desa setempat untuk dapat terbebas dari masalah kebakaran lahan dan asap. Perusahaan memberikan bantuan berupa alat agar masyarakat tetap bisa membuka lahan tanpa membakar. Program ini sudah berhasil membuka puluhan hektare lahan pertanian untuk masyarakat. “Mereka menggunakan lahan untuk menanam nenas dan karet,” ungkap Sailal.

Warga Desa Penyengat yang semula jadi petani sayuran kini juga beralih menjadi petani nenas.  Semenjak 2014, mereka dibantu RAPP membentuk kelompok Bina Tani. Dari hanya beranggota 10 orang, bertambah menjadi 20 anggota. Daerah kelolaannya pun meningkat drastis, dari 10 hektare saat program baru dimulai menjadi 56 hektare. Di luar Bina Tani, hampir seluruh warga di Desa Penyengat kini juga beralih menjadi petani nenas.

Seorang ibu dengan nama panggilan Apo, Wakil Ketua Kelompok Bina Tani, menuturkan berkat bertanam nenas kini ia dapat membantu kebutuhan rumah tangga, membayar sekolah dan kuliah empat anaknya hingga membeli sebuah mobil. “Dulu saya hanya dapat Rp500.000 saja sebulan dari bertanam sayur. Tapi, kini berkat berjualan nenas, saya bisa mengantongi Rp10 jutaan per bulan," ungkapnya.

Nenas yang dikembangkan di Kampung Penyengat merupakan jenis nenas ratu, yang budi dayanya tergolong sederhana, namun sangat diminati pasar karena rasanya yang khas. Nenas ratu diakui lebih tahan lama jika dibandingkan dengan produksi nenas lain. Tak heran, penjualan nenas ini kini sudah dipasarkan ke Pulau Jawa.

Pengembangan budi daya nenas di Desa Penyengat merupakan salah satu program yang dicanangkan RAPP yang dinamai One Village One Commodity (OVOC). OVOC merupakan program yang mengajak masyarakat desa untuk memilih hasil tani tertentu yang cocok untuk ditanam di wilayah tinggal sekaligus menjadi ciri khas desa mereka. Kemudian, hasil tani tersebut akan dijual hingga menjadi sumber penghasilan masyarakat desa. Selain di Desa Penyengat, saat ini budi daya nenas dilakukan untuk kelompok tani di Desa Mungkal. Panen nenas di Desa Penyengat mencapai 96.000 buah, sedangkan di Desa Mungkal mencapai 28.000 buah. RAPP juga membantu pembinaan pengembangan produk lanjutan dari buah nenas, sehingga hasil pemanfaatannya jauh lebih maksimal. Yakni dengan melakukan pelatihan produk-produk turunan, misalnya dengan mengembangkan nenas untuk pembuatan selai nenas. 

Memberi Manfaat bagi Masyarakat

APRIL Group memang sangat berkomitmen terhadap Program Pengembangan Masyarakat yang bertujuan untuk memberi manfaat bagi masyarakat lokal melalui keterlibatan masyarakat. Yakni dengan bantuan ekonomi, pendidikan, dan infrastruktur. Program pengembangan Usaha Kecil Menengah (UKM), misalnya, bertujuan untuk memberikan bantuan teknis dan finansial kepada para pengusaha kecil.Hal ini sejalan dengan filosofi perusahaan yang baik bagi masyarakat, baik bagi negara, baik bagi iklim, baik bagi pelanggan dan baik bagi perusahaan.

Program kemitraaan Community Development (CD) Grup APRIL dengan 266 pelaku UMKM telah berlangsung sejak lama di Pelalawan. Menurut Wan Jakh, General Manager Stakeholder Relation PT RAPP, program kemitraan dengan UMKM adalah bentuk kerja sama yang paling ideal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat di sekitar operasional. “Keberadaan perusahaan haruslah bermanfaat bagi daerah sekitarnya. Karena prinsip yang dimiliki oleh CD RAPP adalah tumbuh dan berkembang bersama masyarakat,” jelas Wan Jakh.

Setelah berjalan 17 tahun program CSR yang dijalankan oleh RAPP telah banyak meningkatkan kemajuan dan keberhasilan bagi masyarakat di sekitar wilayah operasinya. Ada banyak sekali infrastruktur dan kegiatan sosial yang dibangun/dibiayai. Seperti perbaikan jalan raya, pembangunan sarana ibadah, sekolah, sarana kesehatan, fasilitas olahraga, bazar dan pasar murah, hewan ternak, memadamkan api di lahan yang terbakar, pemberian beasiswa, menjadikan warga setempat sebagai vendor untuk pemasok barang ke perusahaan, penyerapan tenaga kerja dan lainnya. Bahkan kebutuhan listrik di sebagian besar rumah tangga di Pelalawan dipenuhi dari daya yang dihasilkan oleh RAPP.

Wakil Bupati Pelalawan, H Zardewan, ketika itu, dalam Musrenbang Kabupaten Pelalawan mengakui bahwa RAPP selama ini turut membantu menyukseskan visi "Emas" Pelalawan yang merupakan singkatan dari Ekonomi, Mandiri, Aman dan Sejahtera. "Dukungan RAPP cukup baik terhadap pembangunan daerah. Kami berharap program CSR terus meningkat," kata Zardewan saat memberikan penghargaan terbaik 2017 terhadap program community development (CD) yang dijalankan oleh RAPP.

Penghargaan serupa juga diterima dari Pemerintah Kabupaten Siak. RAPP meraih piagam penghargaan sebagai perusahaan yang terus berkomitmen dan berkontribusi dalam melaksanakan program CSR di Kabupaten Siak. Penghargaan tersebut diterima oleh pada perayaan Hari Ulang Tahun Kabupaten Siak yang ke 18.

Data dari Tanoto Foundation menunjukkan ada sekitar 161 UKM lokal di Riau yang mendapat 341 kontrak bisnis dari Grup APRIL. Serta, telah melatih manajemen bisnis untuk 215 UKM memasok barang dan jasa untuk perusahaan termasuk ketrampilan vokasi untuk 144 anggota masyarakat pedesaan. Sedangkan dari satu juta hektar lahan yang dimiliki, Grup APRIL mengelola 480.000 hektar yang digunakan untuk perkebunan. Sedangkan 51 persen sisanya disisihkan untuk konservasi, lahan masyarakat dan pembangunan infrastruktur. Komitmen tersebut tertuang secara rinci dalam Kebijakan Pengelolaan Hutan Berkelanjutan. (IES)