- 27/10/2025
Albion Zikra
ALBERT Camus pernah menulis, “Setiap pemberontakan sejati lahir dari kesadaran yang dalam.” Dalam konteks politik, pemberontakan itu bukan berarti perlawanan terhadap struktur, tetapi kesadaran untuk memperbaiki diri dari dalam — kesadaran untuk memperbaharui cara berpikir, cara bekerja, dan cara berorganisasi.
Di ambang Musyawarah Daerah XI, Partai GOLKAR Riau sesungguhnya berada di titik refleksi eksistensial : antara sekadar melanjutkan kebiasaan lama, atau menjemput masa depan dengan keberanian untuk berubah.
Dinamika politik Riau hari ini menuntut kecerdasan dan kedewasaan baru. Pergeseran pola dukungan publik, munculnya generasi pemilih yang semakin kritis, dan derasnya arus digitalisasi membuat politik tidak lagi bisa hanya dijalankan dengan retorika atau nostalgia masa lalu.
GOLKAR Riau harus kembali kepada akar kekuatannya : organisasi yang hidup dari kaderisasi yang terencana, konsolidasi yang berakar, dan sistem meritokrasi yang menempatkan kemampuan di atas kedekatan.
1. Kaderisasi : Menyemai dari Akar, Bukan Menunggu dari Puncak
Kaderisasi bukan sekadar pelatihan formal atau kegiatan seremonial. Kaderisasi adalah jantung kehidupan partai — proses yang melahirkan pemimpin dari nilai, bukan dari peluang. GOLKAR Riau harus kembali menegaskan bahwa masa depan partai tidak bisa dibangun dengan kader instan. Ia memerlukan pembibitan ideologis yang konsisten, ruang dialog yang terbuka, dan keberanian untuk memberikan panggung kepada generasi muda yang memiliki integritas dan kapasitas.
Dalam konteks ini, kaderisasi harus dilihat sebagai sistem yang berlapis dan berkelanjutan. Dari DPD I hingga ke tingkat desa/kelurahan, setiap struktur harus menjadi “sekolah politik” yang hidup. Di sanalah nilai-nilai kekaryaan, kejujuran, dan pengabdian sosial disemaikan.
Dengan begitu, setiap kader tidak sekadar menjadi anggota partai, tetapi juga menjadi duta ideologis yang membawa citra GOLKAR ke tengah masyarakat.
2. Konsolidasi Struktural : Menyatu dalam Arah dan Langkah
GOLKAR Riau perlu menyadari bahwa kekuatan partai bukan diukur dari siapa yang memimpin, tetapi dari seberapa kuat jaringan struktural partai bekerja dalam satu irama. Konsolidasi hingga akar rumput menjadi fondasi bagi ketahanan partai menghadapi dinamika politik daerah.
Konsolidasi bukan sekadar mengumpulkan massa, melainkan membangun keterhubungan emosional dan ideologis antara pengurus dan konstituen. Dalam banyak kasus, acap sekali partai kehilangan daya jangkau bukan karena lemahnya strategi, tetapi karena renggangnya hubungan antara struktur dan basis.
Musda XI harus menjadi momentum untuk memperkuat garis komunikasi vertikal dan horizontal — agar setiap kader di desa dan kelurahan merasa menjadi bagian penting dari gerak besar partai, bukan sekadar pelengkap simbolik.
Konsolidasi yang berakar juga berarti hadir dalam kehidupan rakyat : mendengar, memahami, dan memperjuangkan aspirasi mereka. Politik rakyat tidak lagi menunggu janji, melainkan menuntut aksi nyata. Ketika GOLKAR hadir secara konsisten dalam kehidupan sosial masyarakat, maka kepercayaan publik akan tumbuh bukan karena slogan, melainkan karena kehadiran.
3. Meritokrasi: Menegakkan Keadilan Organisasi
Meritokrasi dalam partai adalah tanda kedewasaan politik. GOLKAR Riau perlu menegakkan prinsip bahwa setiap jabatan harus diberikan kepada mereka yang memiliki kemampuan, dedikasi, dan prestasi. Budaya patronase dan transaksional harus diakhiri, sebab ia hanya melahirkan loyalitas semu dan membunuh regenerasi.
Dalam sistem meritokrasi, setiap kader yang bekerja baik harus memiliki peluang yang sama untuk naik ke jenjang yang lebih tinggi. Dengan demikian, partai tidak hanya menjadi tempat berkumpulnya elite, tetapi juga ruang mobilitas bagi mereka yang memiliki semangat dan kemampuan untuk berkontribusi.
Meritokrasi adalah cara GOLKAR mengembalikan kepercayaan publik, bahwa politik masih bisa dijalankan dengan keadilan dan rasionalitas.
4. Musda XI: Momentum untuk Memperbarui Kesadaran Kolektif
Musda XI GOLKAR Riau tidak boleh hanya menjadi forum pemilihan ketua. Ia harus menjadi forum pembaruan kesadaran kolektif : bahwa masa depan partai hanya dapat dijaga oleh mereka yang berani menanam lebih dalam dan berpikir lebih jauh.
Sebagaimana Søren Kierkegaard menulis, “Hidup tidak hanya bisa dipahami dengan melihat ke belakang, tetapi juga harus dijalani dengan menatap ke depan.” Maka Musda ini adalah saat untuk menengok masa lalu dengan jujur, mengakui kekurangan dengan rendah hati, dan menatap masa depan dengan keberanian.
Harapan ke depan, GOLKAR Riau menjadi laboratorium kaderisasi yang aktif, rumah konsolidasi yang hidup, dan contoh meritokrasi politik yang berkeadilan. Karena pada akhirnya, kekuatan sejati partai bukan hanya pada besarnya suara dalam pemilu, tetapi pada kemampuannya melahirkan manusia politik yang bijak, visioner, dan berintegritas.
Seperti diungkapkan Viktor Frankl, “Mereka yang memiliki makna dalam hidupnya, mampu menanggung segala bentuk bagaimana untuk hidup.” Jika GOLKAR Riau menemukan kembali makna perjuangannya — untuk mengabdi, bukan sekadar berkuasa — maka segala tantangan politik yang datang tidak akan menggoyahkan, melainkan menguatkan.
Dan pada titik itulah, GOLKAR Riau bukan sekadar bertahan dalam sejarah, tetapi menulis babak baru perjalanan politiknya — lebih matang, lebih merakyat, dan lebih bermakna. ***
Musda XI Golkar Riau Meneguhkan akar menyemai masa depan Golkar Riau VOXindonews Lazada Shopee