- 21/11/2025
Juru bicara KPK Budi Prasetyo.
PEKANBARU (VOXindonews) - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus melanjutkan pemeriksaan terhadap sejumlah orang terkait dugaan korupsi Gubernur Riau non aktif, Abdul Wahid, Kamis (20/11/2025) hari ini.
Mereka yang diperiksa jadi saksi pada hari ini adalah Plt Kepala BPKAD Riau Ispan S Syahputra, Plt Kabid Perbendaharaan BPKAD Alamsyah Almubaraq, Kabid Anggaran BPKAD Mardoni Akrom, dan Plt Kepala Bappeda Riau Purnama Irawansyah.
Selain itu, ADB dari Bidang Perencanaan Teknis Jalan dan Jembatan Wilayah III, serta TBN dari Subbagian Tata Usaha UPT Jalan dan Jembatan Wilayah VI.
Selanjutnya, tiga ajudan Gubernur Riau yang dimintai keterangan adalah RND, DHR, dan JN alias MJN. Disamping itu juga ada seorang ibu rumah tangga (IRT) berinisial SRW yang juga ikut diperiksa.
Mereka dimintai keterangan seputar praktik pemerasan yang dilakukan sepanjang tahun 2025.
‘’Pemeriksaan dilakukan di kantor perwakilan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Riau,’’ ujar juru bicara KPK, Budi Prasetyo, Kamis (20/11/2025).
Sekda Riau juga Diperiksa
Rabu (19/11/2025) kemarin, KPK juga memeriksa Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Riau, Syahrial Abdi. Selain itu, enam aparatur sipil negara (ASN) lainnya turut diperiksa.
Mereka merupakan pejabat maupun staf di Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan (PUPR-PKPP) Riau.
Mereka adalah Ferry Yonanda, Sekretaris Dinas PUPR-PKPP Riau, Aditya Wijaya Raisnur Putra, Subkoordinator Perencanaan Program Dinas PUPR-PKPP Riau, dan Brantas Hartono, PNS PUPR-PKPP Riau. Lalu, Deffy Herlina, Kasi Keuangan PUPR-PKPP Riau, Zulfahmi, Kabid Bina Marga PUPR-PKPP Riau, dan Teza Darsa, Plt Kepala Dinas Kominfotik Riau, yang sebelumnya Kabid Bina Marga PUPR-PKPP Riau.
Sebelumnya, Selasa (18/11/2025), tim penyidik KPK juga telah memeriksa tujuh saksi. Mereka adalah Kepala Bagian Protokol Setdaprov Riau, Raja Faisal Febrinaldi, Kabag TU Setdaprov Riau AS, Kasubbag TU Setdaprov Riau APA, sopir Gubernur Riau FR, honorer PUPR-PKPP Riau HL, serta FK dari unsur swasta.
Sehari sebelumnya, Senin (17/11/2025), KPK juga memeriksa lima saksi. Tiga di antaranya adalah pramusaji di rumah dinas Gubernur Riau, yaitu ALP, MSA, dan ML. Dua lainnya ialah FDL (ASN PPPK Dinas PUPR-PKPP Riau) serta HS (staf perencanaan Dinas Pendidikan Riau).
Seluruh saksi dimintai keterangan untuk melengkapi berkas perkara Gubernur Riau nonaktif, Abdul Wahid, serta dua tersangka lain, yakni Kepala Dinas PUPR-PKPP Riau M Arief Setiawan dan tenaga ahli gubernur, Dani M Nursalam.
Dalam proses penyidikan, KPK turut menggeledah sejumlah lokasi penting di Riau, seperti Kantor Dinas Pendidikan, Kantor BPKAD Riau, rumah dinas gubernur di Jalan Diponegoro Pekanbaru, rumah M Arief Setiawan dan Dani M Nursalam, Kantor Gubernur Riau, serta Kantor Dinas PUPR-PKPP. Bersamaan dengan itu, KPK juga telah membawa Syahrial Abdi dan Raja Faisal Febrinaldi.
Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, menjelaskan bahwa kasus ini bermula dari laporan masyarakat terkait dugaan pungutan fee terstruktur atau japrem di Dinas PUPR-PKPP Riau.
Dugaan praktik tersebut terendus pada Mei 2025 ketika Sekretaris Dinas PUPR-PKPP, Ferry Yunanda, menggelar pertemuan dengan enam Kepala UPT Wilayah. Pertemuan tersebut membahas pemberian fee dari kenaikan anggaran UPT Jalan dan Jembatan, dari Rp71,6 miliar menjadi Rp177,4 miliar.
Awalnya, ditetapkan fee 2,5 persen atas permintaan Gubernur Abdul Wahid melalui Kepala Dinas M Arief Setiawan. Namun kemudian nominal itu dinaikkan menjadi 5 persen atau sekitar Rp7 miliar. Mereka yang menolak disebut-sebut akan dikenakan ancaman pencopotan atau mutasi jabatan.
"Kemudian dilaporkan kepada Kepala Dinas PUPR-PKPP Riau dengan menggunakan bahasa kode ‘7 batang’," papar Johanis, Rabu (5/11/2025) lalu.
Berdasarkan penyelidikan KPK, terdapat tiga kali setoran fee dari Juni hingga November 2025 dengan total Rp 4,05 miliar. Pada setoran pertama sebesar Rp1,6 miliar, sekitar Rp1 miliar mengalir kepada Gubernur Abdul Wahid melalui perantara Dani M Nursalam.
Setoran kedua pada Agustus 2025 mencapai Rp1,2 miliar yang dipakai untuk kebutuhan internal, termasuk untuk driver M Arief Setiawan serta sejumlah proposal kegiatan. Sementara setoran ketiga pada November 2025 senilai Rp1,25 miliar, di mana sekitar Rp800 juta diduga diberikan langsung kepada Abdul Wahid.
Momen penyerahan setoran ketiga inilah yang menjadi pintu masuk operasi tangkap tangan (OTT) KPK. Dalam OTT tersebut, M Arief Setiawan, Ferry Yunanda, dan lima Kepala UPT diamankan lebih dulu. KPK kemudian memburu keberadaan Abdul Wahid dan menemukannya di sebuah kafe bersama orang kepercayaannya, Tata Maulana.
Pada saat yang sama, tim lain menggeledah rumah Abdul Wahid di Jakarta Selatan dan menemukan mata uang asing senilai sekitar Rp800 juta. Jika digabungkan dengan uang tunai yang diamankan saat OTT, total barang bukti mencapai Rp1,6 miliar.
Setelah sejumlah pihak diringkus, Dani M Nursalam yang sebelumnya masuk dalam pencarian, akhirnya menyerahkan diri ke Gedung Merah Putih KPK. Johanis Tanak menegaskan bahwa pihaknya akan mengusut tuntas praktik korupsi tersebut.
“Korupsi adalah perbuatan tercela yang merugikan masyarakat dan bangsa sendiri,” tegasnya. (FJ)
Kasus korupsi Gubernur Riau KPK Periksa Plt. Kepala BPKAD dan Bappeda Ajudan Gubernur Riau VOXindonews Lazada Shopee