VOXOpini

Merawat Demokrasi Lokal, Menyembuhkan Luka Politik Siak

Oleh : Irving Kahar Arifin, Calon Bupati Siak, mantan Birokrat
Senin, 14 April 2025 15:08 WIB
Irving Kahar Arifin

PILKADA Serentak 2024 telah usai, namun denyut ketegangannya masih terasa di Kabupaten Siak. Tiga pasangan calon bertarung dalam kontestasi ini: saya sendiri bersama Sugianto, pasangan Afni–Syamsurizal, serta petahana Alfedri–Husni. Namun berbeda dari pertarungan politik biasanya, kami bertiga sejatinya terikat oleh hubungan pertemanan yang lama dan dekat.

Saya dan Alfedri adalah kawan sekelas semasa SMP dan pernah bersama-sama mengabdi di Pemerintah Kabupaten Siak. Dengan Afni dan suaminya, Mas Trio, saya bersahabat selama hampir dua dekade. Karena itu, bagi saya, kontestasi dalam Pilkada bukanlah permusuhan, melainkan ekspresi dari ikhtiar yang sama: memperluas pengabdian bagi masyarakat Siak.

Namun politik, sebagaimana sejarahnya, sering membawa konsekuensi yang melampaui sekadar kompetisi. Ketika hasil penghitungan cepat menunjukkan Afni unggul, saya segera menyampaikan ucapan selamat. Itu bentuk penghormatan terhadap suara rakyat.

Meski kemudian Mahkamah Konstitusi memerintahkan pemungutan suara ulang (PSU) di tiga titik, saya tetap menjunjung tinggi proses demokrasi. Bahkan saya menyerukan kepada para pendukung saya untuk mendukung Afni dalam PSU tersebut. Sikap ini bukan didasari kalkulasi politik, melainkan semangat menjaga stabilitas sosial dan marwah demokrasi lokal.

Sayangnya, dinamika belum juga selesai. Rekan saya, Sugianto, memilih mengajukan gugatan hukum terkait periodesasi jabatan petahana. Langkah tersebut bukan representasi saya. Saya tidak terlibat, bahkan secara tegas menolaknya.

Saya memilih datang langsung ke Mahkamah Konstitusi, bukan untuk memperpanjang sengketa, melainkan untuk menyampaikan harapan agar Bupati terpilih segera dilantik. Siak tidak layak terus berada dalam ketidakpastian.

Saya juga mengajak sahabat saya, Alfedri dan Husni, untuk menerima hasil ini dengan lapang dada. Kita telah bersama-sama membangun Siak, dan persahabatan seharusnya melampaui hasil Pilkada. Kontestasi politik semestinya tidak mencederai nilai-nilai dasar yang telah kita rawat selama ini.

Kini saatnya merawat kembali harmonisasi sosial yang sempat terkoyak. Saya mulai menyambangi masyarakat dari berbagai kelompok, menjembatani yang berselisih, dan menenangkan yang kecewa.

Politik semestinya mendewasakan, bukan memecah belah. Pilkada hanyalah satu episode dari perjalanan panjang demokrasi. Tapi kerukunan dan kohesi sosial adalah fondasi jangka panjang yang harus kita jaga bersama.

Dalam perspektif ilmu politik, kondisi ini menunjukkan bahwa politik lokal dapat menjadi instrumen pemberdayaan masyarakat apabila dijalankan dengan semangat kolektif, bukan sekadar ambisi individual.

Namun sebaliknya, bila etika dan kebijaksanaan tidak dijadikan pijakan utama, maka politik justru menjadi sumber polarisasi dan ketegangan sosial yang kontraproduktif.

Dampak dari tensi politik yang berkepanjangan bukan hal abstrak. Polarisasi horizontal di tengah masyarakat, menurunnya kepercayaan publik terhadap institusi demokrasi, hingga terhambatnya proses transisi pemerintahan, adalah konsekuensi yang riil dan membebani.

Oleh karena itu, diperlukan sikap kenegarawanan dari setiap aktor politik. Kemampuan untuk membedakan antara perjuangan ide dengan perebutan ego. Antara kepentingan publik dengan kepentingan diri atau kelompok.

Demokrasi lokal yang matang tidak hanya ditandai oleh hadirnya pemimpin yang dipilih secara sah, tetapi juga oleh tumbuhnya budaya politik yang beradab, inklusif, dan berorientasi pada kesejahteraan bersama.

Saya percaya, masyarakat Siak memiliki kapasitas sosial untuk bangkit dan bersatu. Kita semua, baik yang menang maupun yang kalah, memikul tanggung jawab yang sama: menjaga harmoni, memulihkan kepercayaan, dan membangun masa depan Siak yang lebih adil dan berkeadilan.***

Politik Siak Pilkada Siak Demokrasi Lokal PSU KPU VOXindonews Lazada Shopee