VOXOpini

Pacu Jalur : Warisan Budaya Takbenda dari Kuantan Singingi, Riau

Oleh : Drs. Muhammad Bardansyah Ch. Cht. , Pensiunan Bank dan Motivator
Minggu, 06 Juli 2025 14:31 WIB
Pacu Jalur, warisan budaya yang telah berumur lebih 100 tahun.

PACU JALUR adalah tradisi balap perahu panjang yang telah menjadi identitas budaya masyarakat Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Provinsi Riau. Lebih dari sekadar perlombaan, tradisi ini mencerminkan nilai-nilai kebersamaan, kegotongroyongan, dan semangat kompetisi sehat masyarakat Melayu Riau.

Dalam beberapa tahun terakhir, popularitas Pacu Jalur semakin meluas hingga ke tingkat internasional, namun hal ini juga memicu klaim dari beberapa pihak di Malaysia yang menganggap tradisi ini sebagai bagian dari budaya mereka. Oleh karena itu, penting untuk mengkaji secara mendalam sejarah, perkembangan, dan keaslian budaya Pacu Jalur sebagai warisan takbenda Indonesia.

Asal usul dan sejarah Pacu Jalur 

Awalnya, perahu yang digunakan dalam Pacu Jalur, disebut jalur, berfungsi sebagai sarana transportasi utama di Sungai Kuantan (anak Sungai Indragiri). Terbuat dari kayu utuh dengan panjang mencapai 25–40 meter, jalur mampu mengangkut 50–60 pendayung dan digunakan untuk mengangkut hasil bumi seperti karet, beras, dan hasil hutan. Sungai pada masa itu merupakan urat nadi perekonomian dan mobilitas masyarakat, sehingga perahu memegang peranan penting dalam kehidupan sehari-hari (Yusuf, 2018).
 
Pada abad ke-17, masyarakat mulai mengadakan balapan jalur sebagai bentuk hiburan setelah musim panen atau dalam perayaan hari-hari besar adat (Syahrial, 2015). Perlombaan ini awalnya bersifat spontan dan tidak terorganisir, tetapi seiring waktu berkembang menjadi acara tahunan yang diadakan setiap bulan Agustus, bertepatan dengan peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia dan hari jadi Kabupaten Kuansing.
 
Pada masa penjajahan Belanda, Pacu Jalur sempat dilarang karena dianggap dapat memicu persatuan dan perlawanan masyarakat Melayu terhadap penjajah (Riau Cultural Heritage, 2020). Namun, justru di masa sulit inilah Pacu Jalur semakin mengakar sebagai identitas budaya dan bentuk resistensi terhadap kolonialisme.
 
Perkembangan Pacu Jalur di Era Modern 

Sejak tahun 1980-an, pemerintah daerah Kuansing secara resmi menjadikan Pacu Jalur sebagai festival tahunan yang diselenggarakan di Teluk Kuantan. Event ini telah menjadi salah satu atraksi budaya terbesar di Riau, menarik ribuan penonton lokal maupun mancanegara (Dinas Pariwisata Kuansing, 2019).

Pada tahun 2013, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI menetapkan Pacu Jalur sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia, memperkuat posisinya sebagai budaya asli Indonesia.

Meskipun telah terjadi modernisasi dalam pembuatan jalur—seperti penggunaan teknik penyambungan kayu untuk menggantikan kayu gelondongan utuh—ritual adat tetap dipertahankan. Beberapa ritual yang masih dilestarikan antara lain batobo, yaitu proses pengambilan kayu dengan doa dan upacara adat, serta makan tanah, upacara sebelum balapan untuk memohon keselamatan dan kemenangan (Melayu Online, 2021). 

Polemik klaim budaya oleh Malaysia 

Setelah viral di media sosial, beberapa pihak di Malaysia—khususnya dari Negeri Sembilan dan Selangor—mengklaim bahwa Pacu Jalur merupakan bagian dari budaya mereka. Argumen yang diajukan antara lain adanya perahu panjang serupa di Malaysia dan hubungan historis antara masyarakat Melayu Riau dengan Malaysia.
Namun, klaim ini dibantah dengan beberapa fakta.

Pertama, catatan historis menunjukkan bahwa Pacu Jalur telah ada di Kuansing sejak zaman kerajaan Melayu, jauh sebelum terbentuknya negara Malaysia modern (Syahrial, 2015).

Kedua, perlombaan perahu di Malaysia lebih dikenal dengan nama Perahu Bangau (Selangor) atau Perahu Dondang (Negeri Sembilan), yang berbeda secara desain dan tradisi.

Ketiga, Pacu Jalur memiliki ritual unik seperti batobo dan makan tanah yang tidak ditemukan di Malaysia. Selain itu, Pacu Jalur telah tercatat sebagai warisan budaya Indonesia, sementara Malaysia tidak memiliki dokumentasi resmi tentang tradisi serupa sebelum viralnya fenomena ini.
 
Upaya perlindungan oleh pemerintah Indonesia

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI sedang memproses pengajuan Pacu Jalur ke UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia (Kompas, 2023). Selain itu, pemerintah daerah Kuansing aktif mempromosikan Pacu Jalur melalui festival internasional untuk memperkuat klaim budaya ini. 

Kesimpulan 

Pacu Jalur adalah budaya asli masyarakat Kuantan Singingi, Riau, dengan akar sejarah yang kuat dan nilai-nilai luhur yang terus dilestarikan.

Klaim dari Malaysia tidak memiliki dasar historis yang cukup, sementara upaya Indonesia untuk mematenkan tradisi ini semakin gencar dilakukan. Pelestarian Pacu Jalur tidak hanya penting bagi masyarakat Kuansing, tetapi juga bagi bangsa Indonesia secara keseluruhan sebagai bagian dari kekayaan budaya nusantara. 

Disclaimer : saya tidak ingin memperuncing polemik yang terjadi, saya cuma memaparkan fakta sejarah yang saya kutip dari berbagai sumber.

Referensi
1. Dinas Pariwisata Kabupaten Kuantan Singingi. (2019). Pacu Jalur: Warisan Budaya Kuansing. Pemerintah Kabupaten Kuansing. 
2. Kompas. (2023, 15 Agustus). Pacu Jalur Kuansing Akan Diajukan ke UNESCO. https://www.kompas.com 
3. Melayu Online. (2021). Pacu Jalur: Tradisi dan Maknanya. https://melayuonline.com 
4. Riau Cultural Heritage. (2020). Sejarah dan Nilai Budaya Pacu Jalur. Riau Heritage Foundation. 
5. Syahrial, E. (2015). Pacu Jalur dalam Sejarah Perlawanan Rakyat Riau. Penerbit Aditya. 
6. Yusuf, M. (2018). Pacu Jalur: Dari Transportasi ke Tradisi. Jurnal Budaya Melayu, 12(2), 45–60.

Pacu Jalur Kuantan Singingi Warisan Budaya Takbenda Riau Klaim Malaysia VOXindonews Lazada Shopee