- 21/11/2024
PEKANBARU (VOXindonews) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan penahanan terhadap Bupati Kepulauan Meranti, Muhammad Adil, karena dugaan korupsi pemotongan anggaran, gratifikasi dan suap auditor Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Riau, Jumat (7/4/2023) malam.
Bersama M Adil, KPK juga menahan dua tersangka lainnya, yakni Fitria Nengsih selaku Kepala BPKAD Kepulauan Meranti, dan M Fahmi Aressa selaku Pemeriksa Muda BPK Perwakilan Riau.
M Adil, Fitria Nengsih dan Fahmi Aressa terjaring operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK di empat tempat, Kamis (6/4/2023), yaitu di Kabupaten Kepulauan Meranti, Kabupaten Siak, Kota Pekanbaru dan Jakarta.
Uang ditemukan dan diamankan tim KPK dalam kegiatan tangkap tangan Rp1,7 miliar. Uang itu sebagai bukti permulaan tindak pidana korupsi yang dilakukan Bupati Meranti.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri mengatakan OTT dilakukan menindaklanjuti laporan masyarakat terkait adanya informasi dugaan penyerahan uang kepada penyelenggara negara. Tim KPK langsung bergerak ke wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti.
"Tim KPK mendapatkan informasi adanya perintah MA (Muhammad Adil, Bupati Meranti, red) untuk mengambil uang setoran dari para Kepala SKPD melalui RP selaku ajudan Bupati. Selanjutnya sekitar pukul 21.00 Wib, Tim kemudian mengamankan beberapa pihak yaitu FN (Fitria Nengsih) dan TM (Tarmizi)" ujar Ali seperti dikutip Cakaplah.com
Fitria Nengsih dan Tarmizi selaku Kabag Umum Pemkab Kepulauan Meranti kemudian dibawa ke Polres Kepulauan Meranti. Dari hasil permintaan diperoleh informasi adanya penyerahan uang untuk keperluan M Adil yang telah berlangsung lama hingga mencapai puluhan miliar.
Tidak menunggu waktu lama, Tim KPK berkoordinasi dengan Polres Meranti untuk melakukan pengamanan di rumah dinas bupati. "Ketika itu posisi MA ada di dalam rumah," kata Ali.
Tim KPK kemudian mengamankan M Adil. Selain itu juga diamankan beberapa Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Hasil pemeriksaan, seluruh kepala SKPD menerangkan telah menyerahkan uang pada M Adil melalui Fitria Nengsih.
Tim KPK, kata Ali, kemudian melakukan pengembangan di Kota Pekanbaru. Di Pekanbaru, tim mengamankan M Fahmi Aressa dan ditemukan uang tunai Rp1 miliar. "Itu total uang yang diberikan MA untuk pengondisian pemeriksaan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti," kata Ali.
Ali menjelaskan konstruksi perkara korupsi, gratifikasi dan suap yang melibatkan M Adil. Disebutkan M Adil yang terpilih sebagai Bupati Kepulauan Meranti pada 2021 diduga memerintahkan para kepala SKPD untuk melakukan setoran uang yang sumber anggarannya dari pemotongan uang persediaan (UP) dan ganti uang persediaan (GU).
"Masing-masing SKPD kemudian dikondisikan seolah-olah adalah utang pada MA. Besaran pemotongan UP dan GU ditentukan MA dengan kisaran 5 persen sampai 10 persen untuk setiap SKPD," jelas Ali.
Selanjutnya setoran UP dan GU dalam bentuk uang tunai disetorkan kepada pada Fitria Nengsih yang menjabat Kepala BPKAD Kepulauan Meranti, sekaligus orang kepercayaan M Adil.
"Setelah terkumpul, uang-uang setoran tersebut kemudian digunakan untuk kepentingan MA diantaranya sebagai dana operasional kegiatan safari politik rencana pencalonan MA untuk maju dalam Pemilihan Gubernur Riau di tahun 2024," ungkap Ali.
M Adil juga menerima gratifikasi sebesar Rp1,4 miliar dari PT Tanur Muthmainnah (TM) yang bergerak di bidang travel perjalanan umrah pada Desember 2022. Uang itu diterima M Adil melalui Fitria Nengsih karena memenangkan PT TM untuk proyek pemberangkatan umrah bagi para Takmir Masjid di Kabupaten Kepulauan Meranti.
Sementara di kasus suap, M Adil berupaya agar proses pemeriksaan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti tahun 2022 mendapatkan predikat baik sehingga nantinya memperoleh Wajar Tanpa Pengecualian. "MA bersama-sama FN memberikan uang sekitar Rp1,1 miliar pada MFA selaku Ketua Tim Pemeriksa BPK Perwakilan Riau," ungkap Ali.
Dari hasil penyidikan sementara, M Adil diduga menerima uang sekitar Rp26,1 miliar dari berbagai pihak,. "Ini akan ditindaklanjuti dan didalami lebih detail oleh Tim Penyidik," tutur Ali.
Muhammad Adil sebagai tersangka penerima suap melanggar pasal 12 huruf f atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu, Fitria Ningsih sebagai pemberi melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
M Fahmi Aressa sebagai penerima melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (FJ)